Kamis, 19 April 2018

Ajaran Kepemimpinan ASTHABRATA Kadipaten Pakualaman : Sosok Kepemimpinan Yang Patut Menjadi Refleksi Untuk Kehidupan Masa Kini


Siapa membaca buku, dia sedang membangun peradaban dan siapa mengajarkan kebaikan dan perdamaian sejatinya dia telah mewujudkan peradaban dunia. (M. Syarif Bando)

"Peluncuran buku Ajaran Kepemimpinan Asthabrata Kadipaten Pakualaman  menambah khazanah bagi perpustakaan dan ajaran kepemimpinan. Perpustakaan sebagai institusi masa depan yang menghubungkan pengetahuan masa lampau, kini, dan yang akan datang harus melakukan sosialisasi nilai-nilai kearifan lokal tersebut" tutur Kepala Perpusnas RI, M. Syarif Bando.

Beliau juga menjelaskan karena kekuatan sebuah buku, bahwa kita semua mempercayai senjata itu sangat ampuh dibawa ke medan perang, tetapi tentara sekalipun tidak perlu membawa itu kecuali menghadapi musuh bangsa. Karena satu peluru memang hanya menembus satu kepala tapi sejuta huruf sejatinya telah membunuh jutaan nilai kemanusiaan. Satu buku bisa menembus jutaaan kepala sekaligus menumbuhkan milyaran kemanusiaan yang baru. Siapa menulis buku sebenarnya dia telah mendapatkan keabadian namanya dalam suatu zaman yang tiada akhir. 

Para calon pemimpin bangsa diminta belajar ajaran kepemimpinan Asthabrata Pakualaman. Ajaran Kepemimpinan Asthabrata yang merangkum model kepemimpinan dari Paku Alam II hingga Paku Alam X tersebut, mensyaratkan pemimpin seharusnya memiliki delapan karakter utama berdasarkan teladan watak para dewa lokapala (penjaga alam semesta), agar tercapai hidup masyarakat yang bahagia dan sejahtera.

Pemimpin seharusnya bisa seperti :
Batara Indra yang bijaksana
Batara Yama yang memiliki karakter adil dan tegas
Batara Surya yang cermat dalam urusan keuangan, 
Batara Candra yang memiliki pesona dan kepribadian memikat
Batara Bayu yang memiliki kepribadian kuat tidak mudah terhasut, 
Batara Wisnu yang aksetis dan petapa
Batara Brama yang tangguh dan berani, dan 
Batara Baruna yang cerdas dan bijaksana. Ajaran kepemimpinan kearifan lokal dari kadipaten yang berusia 200 tahun ini dinilai relevan dengan kondisi bangsa pada saat ini.

Hal tersebut dipaparkan langsung oleh Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam saat menyampaikan pidato kunci pada peluncuran buku “Ajaran Kepemimpinan Asthabrata Kadipaten Pakualaman” karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Paku Alam X di Ruang Auditorium Lantai 2, Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (12/4).

Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam
dalam pagelaran kain batik ASTHABRATA


Asthabrata berasal dari Kakawin Ramayana berupa ajaran kepemimpinan dari Rama yang disampaikan kepada adiknya, Barata, mendapatkan perhatian khusus dari para adipati yang bertahta di Kadipaten Pakualaman. Terdapat 12 teks yang mencoba menjelaskan konsep Asthabrata. Konsep ini merupakan mahakarya intelektual pada zamannya.

Buku yang dikemas ulang dalam tiga bahasa yaitu Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris ini  memiliki tujuan, yaitu untuk mengajak para pakar dan aparatur pemerintahan agar mengkaji kembali hasil pemikiran pujangga Pakualaman yang pada masanya pernah dijadikan rujukan dalam penyelenggaraan pemerintahan.


Para narasumber dalam Sesi Diskusi Buku ASTHABRATA


Dra. Sri Ratna Sakti Mulya,  M.Hum (FIB, UGM), Dr.Munawar Holil, S.S., M.Hum.(tengah), Dr.Sudibyo, M.Hum (FIB, UGM)


Dra. Sri Ratna Sakti Mulya, M.Hum (FIB, UGM) menuturkan, buku Asthabrata ini merupakan bagian dari masterpiece naskah Pakualaman Sestrodisuhul yang memuat kisah nabi, kisah raja-raja di Jawa, kisah para wali dan pandawa lima. Teks dalam Asthabrata tersebut memiliki keunikan tersendiri dibandingkan karya naskah di kraton-kraton lain.

Dosen Sastra Indonesia FIB UGM, Sudibyo, M.Hum menjelaskan, buku Asthabrata bercerita tentang ajaran watak kepemimpinan yang patut menjadi refleksi untuk kehidupan masa kini. Meski digambarkan dengan karakter dewa, namun ajarannya relevan untuk diterapkan saat ini dan bisa menjadi idealisasi siapapun.

“Buku Asthabrata ini menampilkan sosok Bathara Wisnu yang memiliki watak kepemimpinan yang pemurah, pengasih, seorang penegak hukum, pertapa dan sosok yang asketis. Ajaran inilah yang coba dilukiskan kembali oleh Prabu Suryodilogo untuk pembelajaran generasi kedepan,” katanya.

Ditambahkan, selain menjadi ajaran bagi seluruh kerabat Pakualaman, peluncuran buku Asthabrata ini juga diharapkan dapat memberikan akses luas kepada masyarakat untuk ikut mempelajari. “Ini supaya apa yang telah dinaskahkan bisa diaktualisasikan dan masyarakat bisa mempelajari ajaran kepemimpinan masa lalu,” imbuh .



Ajaran kepemimpinan Asthabrata relevan dengan kondisi politik yang tengah memanas di Indonesia. Sebagai acuan dalam kehidupan berbangsa masa kini, Sudibyo merangkum ajaran Asthabrata dalam empat hal berikut ini : 

  1. Ngadeg (artinya tetap berpegang kepada ketentuan ajaran agama masing-masing); 
  2. Sabar (tetap tenang menghadapi segala macam peristiwa); 
  3. Bener, lurus hati; 
  4. Kuwat (tahan terhadap godaan  nafsu jahat). 
“Hanya dengan sikap-sikap itulah kita akan dibya tidak terhanyut dalam berbagai godaan yang secara sengaja atau tidak disengaja menghampiri kita,” imbuh Dosen Sastra Indonesia FIB UGM ini.



1 komentar: